Bintang adalah bintang. Meskipun pada masanya bintang akan meredup. Tapi saat masih menjadi bintang, kenapa tidak dimanfaatkan? Dan para rockstar pada generasi bunga pun sadar kalau mereka adalah bintang. Mereka hidup di zaman kebebasan, jadi kenapa juga mereka tidak hidup bebas? Mereka pun hidup sesuai aturan yang berlaku disana pada saat itu, yaitu no rules!
Pola hidup mereka telah terstruktur untuk hedon dan bebas. Karena mereka idola, wajar jika gaya hidup mereka diikuti oleh para penggemarnya. Yang lebih keren, sang pemuja benar-benar mengamini gaya hidup para “nabi” rock n roll itu. Hal ini merupakan hal yang lumrah, pemuja mengikuti dan meniru segala hal tentang idolanya. Dan para pemujanya pun tumbuh menjadi calon bintang rock. Mereka adalah orang-orang yang akan meneruskan tahta menjadi bintang dan pembawa pesan rock n roll pada seluruh umat manusia di masa yang akan datang. Axl Rose, Izzy Stradlin, Slash, C.C Deville, Vince Neill atau Tommy Lee, mungkin adalah beberapa nama yang saat itu masih sangat muda dan memuja Jimi Hendrix, Mick Jagger, Keith
Richard atau Jim Morrison.
Apa yang lalu terjadi? Selain karena faktor patologis, otak mereka jadi terstruktur bahwa seorang rocker, musisi rock, harus bersikap seperti itu. Pemberontak, urakan, suka minuman beralkohol, menggunakan obat-obatan terlarang, meniduri banyak groupies atau melemparkan tv dari kamar hotel mereka. Jadilah mereka manusia, idola dan binatang secara bersamaan.
Mungkin mereka tidak sadar bahwa sikap mereka telah mengancam populasi rocker di masa depan. Di Indonesia sendiri, menerapkan gaya hidup seperti itu adalah tidak mungkin. Para orang tua, terutama ibu, akan khawatir kalau anaknya bercita-cita menjadi rocker. Ya betul, orang tua tentu takut sang anak akan mati overdosis, atau menjadi pecandu alkohol, menghamili groupies lalu punya anak haram. Di Negara liberal seperti Amerika atau Inggris,
mungkin hal itu adalah biasa. Tapi di Indonesia?
Saya jadi berandai-andai. Andai saat itu, Jimi Hendrix tidak menggunakan LSD. Membayangkan Jim Morrison membawa injil dan setiap minggu pergi ke gereja. Bermimpi andai Janis Joplin beragama Islam, berkerudung, rajin sholat dan mengaji di masjid. Andaikan saja para rocker tersebut bersikap manis, mengajarkan para pemujanya bagaimana seorang rocker bisa bersikap manis dan sopan.
Andai saja semua rocker bisa berpakaian seperti The Beatles. Rapi, tidak memakai celana jeans butut yang robek di bagian lutut. Dengan rambut pendek, bukannya gondrong awut-awutan. Andai saja para rocker jaman dahulu mengajarkan untuk jangan minum alkhol, jangan nyimeng, jangan pake heroin, belajar yang rajin, pastilah orang tua setuju kalo anaknya jadi rocker. Mungkin akibatnya tidak begitu terasa di Negara liberal. Tapi di Indonesia sendiri, dampaknya bisa jadi sangat terasa. Mungkin tahun 70-an, AKA, God Bless atau The Rollies bisa mengilhami para anak muda lain untuk menjadi rocker. Tapi sekarang?
Coba anda bilang ke orang tua anda, “saya tidak mau menjadi dosen, saya mau menjadi seperti Jim Morrison Pak. Saya mau menjadi rocker! Lalu punya istri yang seperti Janis Joplin,” lalu lihat bagaimana reaksi orang tua anda. Memang tidak semua orang tua akan bersikap kontra terhadap keinginan seperti itu, tapi bisa dipastikan, sebagian besar orang tua di Indonesia akan berpikir seribu kali untuk memperbolehkan anaknya menjadi seorang musisi rock. Ujung-ujungnya pasti kita disuruh bikin band yang alirannya kayak Samsons, Ungu atau Kangen Band, biar bisa dapet banyak duit. Paling pol ya kita disuruh ikutan ajang menyanyi yang banyak mencetak penyanyi karbitan dan idola instant. Tapi jadi rocker? Apalagi tipe rocker seperti Keith Richard, orang tua anda akan berpikir seribu kali untuk memperbolehkan, bahkan kemungkinan besar tidak akan diperbolehkan.
Terlepas dari anggapan negatif para orang tua tentang gaya hidup ala bohemian ini, kita sebenarnya patut mencontoh mereka. Terserah anda mau meniru yang bagian mana, positif atau negatifnya. Di balik sikap mereka yang ugal-ugalan, mereka adalah beberapa nama yang berani bersikap kritis, lalu berbuat sesuatu berdasarkan cara mereka sendiri. Mereka merubah dunia dengan cara mereka sendiri. Mereka adalah beberapa nama yang telah tercatat dalam hitam putih lembar rock n roll. Sebagian dari mereka mati muda? No fucking problem at all. Mereka mati dengan masih mempertahankan idealisme mereka dan mereka mati setelah puas menikmati surga duniawi. Masalah nanti dibakar dan dirajam habis-habisan di neraka, itu hubungan habblu minallah. Kita tidak berhak untuk menghakimi dan menganggap mereka adalah titisan setan. Karena kita bukan Tuhan!
0 komentar:
Posting Komentar