Kamis, 04 Agustus 2011

Malcom X

"Di usiaku yang ke-39, aku berada di kota suci Mekkah. Saat itulah untuk pertama kali di dalam hidup aku berdiri di hadapan Tuhan Yang Maha Kuasa dan merasa menjadi manusia yang utuh."

[Malcom X seperti yang dituturkannya pada Alex Haley, 'The Autobiography of Malcolm X', Grove Press, 1965]



Malcolm X, lahir dengan nama Malcolm Little tanggal 19 Mei 1925 di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat. Sebutan nama "X" adalah simbol yang dipakainya sebagaimana dulu orang mengidentifikasikan budak kulit hitam Afrika di abad 19. Para pedagang budak tak peduli nama-nama mereka, hanya disebut dengan panggilan "Mr. X".

Earl Little, ayahnya, adalah pendeta gereja baptis pendukung Pan-Africa, sebuah aliran pemikiran tentang penyatuan orang-orang Afrika di seluruh dunia sebagai komunitas global. Ayah Malcolm ini juga pemimpin lokal UNIA (Universal Negro Improvement Association), sebuah organisasi yang bertujuan meningkatkan kehidupan orang-orang negro di seluruh dunia. Muncul dari gerakan sipil negro di akhir abad 19 yang gerah dengan perdagangan budak Afrika, menyatukan visi mereka bersama dan menjadi organisasi yang besar hingga sekarang. Sementara Louisa Norton, ibunya, adalah negro yang lahir dari korban perkosaan orang kulit putih, seorang ibu rumah tangga biasa.

Latar belakang pengasingan dan pengucilan negro yang kerap dihadapi Malcom, membuatnya begitu membenci orang kulit putih. Saat itu pembantaian terhadap negro kerap dilakukan oleh Ku Klux Klan, sebuah gerakan radikal atas supremasi kulit putih yang didirikan tahun 1865 di Tennessee. Mereka memakai topeng dengan jubah panjang berwarna putih dan menghabisi banyak keluarga negro.

Saat masih berusia 5 tahun, rumah mereka dibakar oleh Black Legion, organisasi supremasi kulit putih yang didirikan leh William Shepart dan merupakan bagian dari organisasi Ku Klux Klan. Tanggal 28 September 1931, ayahnya dibunuh dengan cara didorong ke arah trem yang sedang melaju. Desember 1938 ibunya tak kuat menanggung rasialis orang kulit putih, berbagai teror yang dialami membuatnya mengalami gangguan jiwa dan dinyatakan secara hukum menjadi gila. Keluarga mereka tercerai-berai, anak-anak menempati panti asuhan yang berbeda-beda.

Sedemikian bencinya Malcolm karena keluarganya selalu mendapat teror dan hancur karena gerakan supremasi kulit putih. Di SMP, Malcolm adalah anak yang cerdas dan sering menggugat gurunya terutama pada pelajaran agama. Mempertanyakan kenapa Yesus berambut pirang padahal dilahirkan di Yerusalem dan bukan dari ras Kaukasia.

Februari 1941, Malcolm pindah ke Boston di rumah Budenya, Ella Little Collins. Di sini ia menemui begitu banyaknya komunitas negro, Malcolm tertarik dengan kehidupan sosial dan budaya di lingkungan yang banyak orang kulit hitamnya. Tahun 1943 ia pindah ke Harlem, New York, terlibat dalam lingkungan pertemanan kriminal, terlibat dalam bisnis narkoba juga perjudian. Tak cuma itu, pemerasan, perampokan dan bisnis prostitusi juga ia alami. Tahun 1945 ia kembali ke Boston dan masih melakukan hal yang sama, tindakan kriminal. Ini didasarinya atas kebencian pada orang kulit putih.

12 Januari 1946, Malcolm merampok rumah kaya orang kulit putih, disidang di pengadilan, kemudian masuk penjara Charlestown, Boston bulan Februari 1946. Di penjara ia mendapat julukan "Setan" karena tak percaya agama.

Di penjara, ia berkenalan dengan John Elton Bembry yang kemudian lewat diskusi-diskusi mereka, Malcolm mengenalNation of Islam, organisasi keagamaan yang didirikan oleh Wallace Fard Muhammad di Detroit, Michigan, Juli 1930.

Tahun 1948, salah seorang tokoh Nation of Islam, Elijah Muhammad, menasehati Malcolm lewat surat untuk kembali ke jalan yang benar dan tak lagi berbuat kriminal dengan cara menundukkan hati di hadapan Tuhan. Malcolm yang pemberontak, sulit menerima nasehat Elijah, butuh waktu bagi Malcolm untuk bisa menerima nasehatnya.

Lama-kelamaan, kekerasan hatinya melunak dan masukNation of Islam. Tanggal 7 Agustus 1952, dibebaskan dari penjara, mendatangi Elijah di Chicago Illinois dan mengganti nama keluarganya dari Malcolm Little menjadi Malcolm X.

5 tahun lebih setelah keluar dari penjara, tanggal 14 Januari 1958, Malcolm menikahi Betty Sanders di Lansing, Michigan dan memiliki 6 orang anak yang semuanya adalah perempuan.

Malcolm aktif dalam kegiatannya di Nation of Islam, hal ini menimbulkan kecurigaan FBI yang secara khusus menyelidiki Malcolm apakah ia memiliki peran dalam Partai Komunis di Nation of Islam. Belum lagi pidato-pidato Malcolm tentang Nation of Islam yang selalu dibumbuinya dengan rasialisme, juga kebenciannya akan orang kulit putih, makin membuat FBI perlu menyelidiki secara mendalam Malcolm X.

Pidato-pidato Malcolm begitu membius dan menyihir orang-orang kulit hitam yang mendengarnya. Ia sangat kritis tentang gerakan hak-hal sipil dan menganjurkan pemisahan Amerika atas orang kulit hitam dan kulit putih dengan mendirikan negara terpisah. Ia juga secara tegas mengkritik Martin Luther King, Jr sebagai si bebal yang menjadi bonekanya orang kulit putih.

Malcolm menjadi orang nomer 2 di Nation of Islam setelah Elijah Muhammad, ia juga yang membuat organisasi ini menjadi besar dalam kurun waktu 1 dasawarsa. Di tahun 1952, Nation of Islam hanya beranggotakan 500 orang, tapi di tahun 1963 anggotanya berkembang pesat menjadi 25.000 orang.

Dalam kondisi ini, Malcolm juga yang mengajak petinju fenomenal, Casius Clay, bergabung dengan Nation of Islamyang kemudian mengganti namanya menjadi Muhammad Ali. Namun sayang, kepopulerannya di Nation of Islam justru membuatnya sering bersitegang dengan Elijah, salah satu tuduhannya adalah Elijah melakukan zinah dengan sekretarisnya.

Sampai akhirnya tanggal 8 Maret 1964, Malcolm mengumumkan pada dunia bahwa ia meninggalkan organisasi itu dan memilih menjadi Islam yang sebenarnya tanpa terikat organisasi. Ia keluar dari Nation of Islambersama Muhammad Ali, mereka memilih Islam Sunni sebagai kepercayaannya.

Setelah lepas dari Nation of Islam, Malcolm justru banyak belajar tentang Islam dari keberagaman yang ada. Tanggal 13 April 1964, Malcolm berangkat ke Jeddah, Arab Saudi, untuk belajar Islam sekaligus berhaji. Datang dalam kondisi tak berkemampuan berbahasa Arab.

Di sini puncak kesadaran tertinggi dari Malcolm bahwa Islam itu terlalu luas, terlalu beraneka ragam tak seperti yang ia temui di Nation of Islam yang melulu orang kulit hitam. Berbagai ras ia temui saat naik haji, membuatnya berpikir tentang keanekaragaman dalam Islam.

Pulang haji, Malcolm langsung pergi ke Afrika, memberikan wawancara pada surat kabar, wawancara di televisi juga radio di Mesir, Ethiopia, Tanganyika (sekarang Tanzania), Nigeria, Ghana, Guinea, Sudan, Senegal, Liberia, Aljazair, dan Maroko. Hal ini juga yang menarik perhatian Alex Haley, penulis berkulit hitam untuk membuat biografi Malcolm X.

Haley mengikuti Malcolm sejak awal tahun 1963, sampai tanggal 21 Pebruari 1965, ketika Malcolm berbicara diManhattan's Audubon Ballroom saat pertemuan Organisasi Persatuan Afro-Amerika, di antara 400-an orang yang ada di sana, timbul kerusuhan, dari situ ada yang mendekatinya dan menembaki Malcolm 16 kali dengan senapan sawed-off shotgun berlaras pendek dengan peluru kaliber .45". Malcolm meninggal tak lama kemudian di Rumah Sakit Columbia Presbyterian, jam 15.30 sore.

Malcolm dimakamkan di Harlem's Unity Funeral Home, diantar oleh sekitar 30.000 orang yang kehilangannya. Belakangan diketahui 3 orang pembunuh Malcolm X adalah dari Nation of Islam, orang yang menembakinya langsung, Thomas Hagan, ditangkap di tempat kejadian. Sementara 2 orang lainnya yang mengalihkan perhatian dengan membuat kerusuhan, Norman Butler dan Thomas Johnson, ditangkap beberapa hari setelahnya. Norman Butler dibebaskan dari penjara tahun 1985 dan Thomas Johnson tahun 1987. Sementara Thomas Hagan yang menjadi penembak Malcolm langsung dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Namun saat usianya memasuki 69 tahun, tanggal 28 April 2010 kemarin, Hagan dibebaskan dari penjara.

Adapun buku yang dibuat Haley selama mengikuti Malcolm X sejak tahun 1963, The Autobiography of Malcolm X, buku yang mengisahkan tentang perjalanan aktivis hak azasi manusia lengkap dengan pernak-pernik kehidupannya, 3 minggu setelah kematian Malcolm, penerbit Doubleday yang didirikan tahun 1897 ini menolak untuk menerbitkan dan membatalkan kontrak meski telah memberi uang muka sebanyak 30.000 Dolar AS pada Alex Haley dan Malcolm X.

Hal ini dilirik oleh penerbit Grove Press, sebuah penerbitan yang tergolong baru karena didirikan tahun 1951. Grove Pressmengajukan diri untuk menerbitkan buku yang dibuat Haley.

Di luar dugaan, buku 'The Autobiography of Malcolm X' yang diterbitkan oleh Grove Press laku keras hingga jutaan kopi, Harian The New York Times sendiri mencatat tak kurang 6 juta kopi dari buku ini laris terjual hingga tahun 1977.

Bahkan di tahun 1992, saat film Malcolm X yang disutradarai oleh Spike Lee diluncurkan, buku ini melonjak penjualannya hingga 300% selama kurun waktu 1989-1992.

Sejarah membuktikan bahwa tak selamanya hitam itu menjadi hitam, Malcolm X membuktikannya bahwa hitam bisa menjadi putih. Namun ada juga yang sebaliknya, putih yang bisa menjadi hitam, tapi jelas itu bukan Malcolm X.

CMIIW, :D repost. hehe..

0 komentar:

Posting Komentar